Salam

"IZAKOD BEKAI IZAKOD KAI"
Satu Hati Satu Tujuan
Membangun dan Memajukan Sektor Peternakan di Papua

Senin, 28 Mei 2012


POTENSI RUSA TIMOR (Cervus timorensis) SEBAGAI 
TERNAK LOKAL BERNILAI TINGGI DI KABUPATEN MERAUKE : 
Upaya Peningkatan Populasi Rusa Timor melalui Penangkaran


Oleh :
Heny Vensye Saiya





I.      Pendahuluan


1.1.      Latar Belakang
Rusa merupakan salah sumber daya genetic yang ada di Negara Indonesia.  Terdapat empat spesies rusa endemic di Inonesia yaitu : rusa sambar (Cervus unicolor), rusa timor (Cervus timorensis), rusa bawean (Axix kuhli) dan muncak (Muntiacus muntjak). Pada awalnya rusa merupakan satwa liar tetapi saat ini pemerintah telah menetapkan status rusa sebagai hewan liar yang dapat didomestikasi melalui SK Menteri Pertanian No 362/KPTS/TN/12/V/1990 pada tanggal 20 Mei 1990. 
Rusa timor yang ditemui di Kabupaten Merauke merupakan hewan introduksi yang dimasukkan pada tahun 1928 oleh Pemerintah Belanda ke Merauke (Papua) kemudian ke Manokwari (Papua Barat).  Di kedua daerah tersebut perkembangan populasi rusa sangat pesat karena tidak dijumpai hewan predator yang membahayakan perkembangan rusa.  Pada tahun 1984, Bishop (1984) memperkirakan jumlah rusa di luar kawasan Taman Nasional Wasur yang ada di Distrik Sota Kabupaten Merauke berjumlah 16.000 ekor dan menurut Fraser-Stewart (1989), jumlah rusa yang ada di Taman Nasional Wasur  sendiri mencapai 76.740 ekor.  Hasil survey intensif oleh Cravenv pada tahun 1992, jumlah populasi rusa adalah 8.100 (Data dari Dinas Peternakan Kabupaten Merauke).
Masyarakat di kabupaten Merauke sejak dulu telah mengkonsumsi daging rusa sebagai sumber protein hewani disamping daging sapi, ayam dan kangguru.  Daging rusa selama ini juga diolah menjadi dendeng, bakso, nugget dan sate.  Selain berkontribusi sangat besar terhadap pemenuhan protein, hasil sampingan rusa timor banyak memberikan manfaat bagi manusia, dimana canggah/velvetnya dapat dimanfaatkan sebagai obat, kulit rusa digunakan dalam pembuatan souvenir dan sebagai hiasan dinding sedangkan tanduk rusa dapat digunakan sebagai obat.
Melihat potensi rusa yang sangat baik, perlu diupayakan mengumpul informasi-informasi yang ilmiah untuk mendukung pengembangbiakan populasi rusa di daerah kabupaten Merauke.

1.2.      Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai informasi lanjut untuk menyusun program penggelolaan dan penangkaran rusa agar dapat meningkatkan populasi dan produktivitasnya, khususnya yang berada dalam kawasan kabupaten Merauke.


II.  Isi dan Pembahasan


2.1.      Klasifikasi Rusa Timor

            Rusa merupakan satwa liar yang diklasifikasikan menurut Schroder (1976) sebagai berikut :
Phylum                                    :  Chordata
Sub Phylum                            Vertebrata
Kelas                                       Mammalia
Ordo                                        Artiodactyla
Famili                                      Cervidae
Sub famili                                : Cervinae
Genus                                     : 1. Cervus
                                                   2. Axis
Spesies                                   : 1. Rusa timor (Cervus timorensis) (Blainville, 1822)
                                                   2. Rusa sambar (Cervus  unicolor)
                                                   3. Rusa bawean (Axis  kuhli)
                                                   4. Rusa totol (Axis  axis).

Di Indonesia terdapat delapan sub species rusa timor, yakni : Cervus timorensis russa di P. Jawa, Cervus timorensis florosiensis di P. Lombok, Sumbawa, Komodo, Sumba dan P. Flores,  Cervus timorensis timorensis di P. Timor, P. Rote, P. Semau, P. Kambing, P. Alor, P. Rusa dan P. Pantar, Cervus timorensis djonga di P. Muna dan P. Buton, Cervus timorensis molucensis  di Kep. Maluku, P. Irian / Papua, P. Halmahera, P. Buru, dan Kep. Aru,  Cervus timorensis macassaricus  di P. Sulawesi, Pulau Banggai dan P. Selayar, Cervus timorensis renchii di P. Bali dan  Cervus timorensis laronesietes di P. Peucang.

2.2.      Status Konservasi dan Perlindungan

Rusa (Cervus spp) merupakan hewan yang dilindungi menurut undang-undang Ordonansi dan Peraturan Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 No. 134 dan 266. Untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu suatu rumpun ternak maka sebelumnya telah terbit UU RI Nomor 6 Tahun 1967 pada pasal 13. Selanjutnya SK Menteri Pertanian No 362/KPTS/TN/12/V/1990 pada tanggal 20 Mei 1990, memasukkan rusa ke dalam kelompok aneka ternak yang dapat dibudidayakan seperti ternak lainnya, termasuk di dalamnya mengatur tentang peraturan ijin usaha. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, pada tanggal 27 Januari 1999 memasukkan semua jenis dan genus  Cervus kedalam Lampiran Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Selain itu Rusa termasuk hewan dalam kategori terancam punah dalam daftar Appendix I CITES, sehingga keberadaanya harus dijaga dan tidak dibenarkan melakukan perburuan apalagi memperjual belikan dagingnya.  
Dalam kaitannya sebagai satwa liar, rusa timor keberadaanya juga diatur dalam UU RI nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.  Peraturan Menteri Pertanian nomor 35/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Ternak.  Dan yang terakhir sebagai pengganti UU RI nomor 6 Tahun 1967, adalah dikeluarkannya UU RI nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.  Pada  bab III, pasal 9 ayat 3 tentang Sumber daya genetic asal satwa liar.
Ditingkat daerah khususnya di Kabupaten Merauke, kebijakan tentang pengembangan dan budidaya rusa timorensis secara tertulis memang belum ada, tetapi pelaksanaan proyek kegiatan penangkaran rusa timorensis telah dilakukan oleh Dinas Peternakan, kelompok peternak rusa bekerja sama dengan pihak swasta dari Australia pada tahun 2007. 

2.3.      Habitat Rusa Timor
            Cervus timorensis tersebar alami hampir di seluruh kepulauan Indonesia kecuali di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Habitat rusa timor berupa hutan, dataran terbuka serta padang rumput dan savanna. Rusa timor diketemukan di dataran rendah hingga pada ketinggian 2600 m di atas permukaan laut (Direktorat PPA, 1978). Padang rumput dan daerah-daerah terbuka merupakan tempat mencari makan, sedangkan hutan dan semak belukar merupakan tempat berlindung.   Salah satu tempat berlindung yang disukai oleh rusa timor (Cervus timorensis) adalah semak-semak yang didominasi oleh kirinyuh (Eupatorium spp.), saliara (Lantana camara), gelagah (Saccarum spontaneum) dan alang-alang (Imperata cylindrica).
Rusa timor termasuk satwa yang mudah beradaptasi dengan lingkungan yang kering bila dibandingkan dengan jenis rusa yang lain, karena ketergantungan terhadap ketersediaan air relatif lebih kecil.  Dengan kemampuan adaptasi yang baik ini rusa timor mampu berkembangbiak dengan baik di daerah-daerah meskipun bukan habitat aslinya.

2.4.  Aktivitas Rusa Timor

Rusa memiliki aktivitas pergerakan dan penjelajahan yang terpengaruh oleh 2 aspek, yaitu rutinitas harian yang berkaitan dengan mencari makanan, air, dan tempat istirahat yang sesuai, dan aspek musiman yang berkaitan dengan iklim setempat. Pada suatu saat rusa dapat bergerak aktif dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh, namun pada kondisi iklim yang buruk rusa akan bergerak sangat terbatas. Aktivitas harian rusa meliputi perjalanan dari dan ke tempat mencari makanan dan air,  makan dan beristirahat. Sebagaimana herbivora pada umumnmya, rusa menghabiskan waktunya berjam-jam untuk makan dan diselingi perjalanan-perjalanan pendek untuk beristirahat maupun menuju ke tempat air. Untuk aktivitas makan rusa timor  lebih banyak menghabiskan waktunya pada pagi dan sore hari. Sedangkan siang hari cenderung mencari perlindungan dari teriknya sinar matahari, beristirahat sambil memamah biak. Pada malam hari aktivitas makan juga berlangsung, tetapi tidak begitu aktif.
Jenis Cervus timorensis merupakan hewan yang dapat aktif di siang hari (diurnal) maupun di malam hari (nokturnal), tergantung pada kondisi lingkungannya . Dilaporkan oleh Garsetiasih et al. (1997) bahwa aktivitas puncak Cervus timorensis di Taman Wisata Alam Pulau Menipo Nusa Tenggara Timur adalah pada pagi hari pukul 06.00-09.00 dan pada sore hari pukul 16.00-18.00. Aktivitas tersebut meliputi istirahat, makan, dan bergerak.
 
2.5.      Keadaan Morfologi Umum Rusa Timor

            Rusa timor secara morfologi memiliki warna bulu coklat abu-abu sampai coklat tua kemerahan dan  yang jantan warnanya lebih gelap. Warna di bagian perut lebih terang dari pada di bagian punggungnya.
Tinggi bahu rusa betina dewasa  100 cm, sedangkan yang jantan dapat mencapai 110 cm. Panjang badan dengan kepala kira-kira 120 – 130 cm, panjang ekor 10 – 30 cm. Sedangkan bobot badannya dapat mencapai 100 kg. 


 

 a.                                                                                                                        b.
Gambar 1.  Rusa timorensis (Cervus timorensis), (a)  rusa jantan; (b) rusa betina


Rusa jantan dewasa memiliki ranggah atau tanduk yang bercabang tiga, dengan ujung-ujungnya yang runcing , kasar dan beralur memanjang dari pangkal hingga ke ujung ranggah. Panjang ranggah rata-rata 80 – 90 cm, tapi ada yang mencapai 111,5  cm.




Gambar 2.  Perbandingan struktur  dan ukuran tubuh





Gambar 3.  Perbandingan struktur  dan ukuran ranggah.   
                 A. Rusa Merah, B. Rusa chital, C. Rusa timor, D. Rusa sambar
 
Pada musim kawin, perilaku rusa banyak mengalami perubahan. Pada awal musim kawin, rusa menjadi gelisah dan peka terhadap kedatangan mahluk asing di lingkungannya.  Rusa jantan lebih peka terhadap kedatangan pejantan lain dan menantang pejantan lain untuk berkelahi dalam rangka memperebutkan atau mempertahankan betina. Meskipun hidup bersama dalam satu kelompok, setiap rusa mengikuti siklus seksualnya masing-masing.  Berdasarkan beberapa hasil penelitian, terdapat kaitan erat antara musim birahi dengan terlepasnya tanduk-tanduk/ranggah rusa. 
Rusa betina pada musim kawin akan mondar-mandir dari daerah teritori pejantan satu ke daerah teritori pejantan yang lain untuk memilih pejantan, dan akhirnya menetap pada daerah teritori pejantan  yang dipilihnya sampai terjadi perkawinan. Pada umumnya kopulasi terjadi pada malam hari.       
Masa reproduksi rusa dimulai dari umur 1,5 tahun sampai 12 tahun, rusa dapat bertahan hidup antara umur 15- 20 tahun. Anak rusa umur 4 bulan dapat mencapai bobot badan 17,35 kg untuk jantan dan 16,15 kg betina.  Pada umur satu sampai dua tahun rusa sudah bereproduksi, dengan lama bunting antara 7,5 bulan sampai 8,3 bulan. Bila ditangani secara intensif, satu bulan setelah melahirkan rusa sudah dapat bunting lagi terutama bila dilakukan penyapihan dini dengan anak yang dilahirkan, umur sapih anak rusa secara alami yaitu 4 bulan. Setiap tahun rusa dapat menghasilkan anak, biasanya anak yang dilahirkan hanya satu ekor.

2.6.      Sifat Kualitatif Rusa Timor

            Sifat kualitatif lebih banyak diatur atau ditentukan oleh genotype individu.  Pada rusa timor sifat kualitatif yang dapat dilihat dengan jelas adalah warna bulu, warna kulit, pola warna, bentuk kepala, bentuk badan dan bentuk tanduk.   
Warna kulit rusa timor coklat kemerah-merahan sampai coklat gelap. Warna di bagian perut lebih terang dari pada di bagian punggungnya.   Bila dibandingkan denga warna rusa sambar yang coklat kehitaman.  Bentuk kepala lebih cekung dibandingkan dengan rusa sambar.  Bentuk badan dan tanduk lebih kecil daripada rusa sambar.





Gambar 4.  Penampang Anatomi Rusa 

Berdasarkan penelitian Thohari et al. (1993),  dari hasil analisis polimorfisme protein darah yaitu pada lokus transferin,post albumin dan haemoglobin dapat digunakan sebagai indicator mengidentifikasi perbedaan genetic diantara rusa timor, rusa sambar dan rusa bawean.   Lokus post albumin dianggap dapat dijadikan sebagai gen penanda untuk mengidentifikasi karakteristik ketiga jenis rusa tersebut.
Perkembangan ukuran tanduk dapat digunakan untuk menduga umur rusa . Tanduk pertama kali tumbuh pada umur kira-kira 1 tahun yang terdiri atas tanduk tunggal. Tanduk rusa timor besar, langsing dan panjang.  Velvet dan tanduk rusa timor merupakan salah satu sifat kualitatif yang mempunyai nilai ekonomik tinggi.

Tabel 1.  Perkembangan Tanduk Rusa Jantan


Umur (bulan)
Keadaan
4 – 6
7 – 9
13 – 15
24
30
84
108
Mulai nampak ada yang menonjol
Tanduk tumbuh/muncul ke luar
Tanduk tunggal tumbuh sempurna (20-30 cm)
Tanduk mempunyai 2 cabang
Tanduk mempunyai 3 cabang
Perkembangan tanduk sempurna (panjang 80 – 90 cm)
Jarak diantara cabang tanduk bertambah lebar


2.7.      Sifat Kuantitatif Rusa Timor

            Sifat-sifat kuantitatif yang dapat diukur pada rusa timor antara lain panjang badan, tinggi badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang kepala, panjang ekor dan lainnya.  Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkar dada, tinggi pinggul, panjang badan dan  tinggi badan memberikan kontribusi pada ukuran tubuh rusa.  Secara umum dari hasil pengukuran tubuh terhadap rusa timor, rusa sambar dan rusa bawean menunjukkan bahwa rusa sambar relative lebih besar dari rusa timor kemudian rusa bawean (Thohari et al., 1993).  Tubuh rusa jantan lebih besar dibandingkan dengan tubuh rusa betina.
Semakin tinggi panjang pinggul dan panjang femur maka skor bentuk tubuh yang diperoleh semakin tinggi. Hal yang sangat mempengaruhi keadaan sifat kuantitatif rusa disini adalah keadaan lingkungan.  Keadaan morfologi rusa sangat dipengaruh oleh keadaan atau habitat dimana dia tinggal.
Daging rusa (venison) mempunyai persentase karkas 58 % (sapi 41 % dan domba 43 %). Komposis energi yang dihasilkan dari lemak daging pada rusa 22 % (sapi 33 % dan domba 35-47 %), energi daging mencapai 628 jouls / 100 g.  Kandungan protein daging 21 % (tetap dengan bertambahnya umur) dan  40 % dari bagian karkas belakang (3/4 bagian karkas belakang mempunyai harga tinggi).

2.8.  Konservasi

Pengelolahan satwa liar merupakan bagian dari upaya konservasi satwaliar.  Untuk menjaga kelestarian populasi rusa di kabupaten Merauke maka diperlukan pengelolaan yang baik agar usaha-usaha pemanfaatan hasil tersebut dapat tetap berlangsung. Untuk menghindari kepunahan dan sekaligus memanfaatkan rusa secara optimal dan berkelanjutan dapat dilakukan melalui penangkaran (konservasi ex-situ) dengan sistim ranch. Penangkaran rusa mempunyai prospek karena rusa mudah beradaptasi dengan lingkungan di luar habitat alaminya, mempunyai tingkat produksi dan reproduksi yang tinggi. Dalam pembangunan penangkaran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu komponen habitat yang terdiri dari pakan, air, naungan (cover), dan ruang (Garsetiasih, R dan Mariana 2007).
Diperkirakan di distrik Okaba, Kimaam dan Naukenjerai, populasi rusa masih dalam kisaran ribuan.  Diperkirakan untuk wilayah perbatasan seperti Muting, Elikobel dan wilayah distrik Naukenjerai, populasi rusa berkurang karena menyeberang ke Negara tetangga Papua New Guinea.
Usaha penangkaran dilakukan untuk menghindari kepunahan dan dalam rangka memanfaatkan satwa liar secara optimal berazaskan kelestarian, karena dalam penangkaran kehidupan satwa liar dikendalikan sebaik mungkin. Pada tahun 1996 Dinas Peternakan kabupaten Merauke telah melakukan kegiatan penangkaran rusa di Distrik Okaba sebagai salah satu kebijakan pemerintah untuk pemanfaatan hewan local sebagai sumber pangan.  Tetapi karena terbentur dengan dana, kegiatan  tersebut tidak berlanjut.  Pemerintah melalui Dinas Peternakan kembali mencoba melakukan kegiatan penangkaran rusa timor pada tahun 2007 bekerja sama dengan pemerintah Australia bertempat di kampong Wapeko Distrik Kurik. Luas lahan yang digunakan adalah 2 ha dengan jumlah rusa sebanyak 14 ekor.

2.9.      Daerah Produksi

            Daerah produksi yang dianggap baik untuk penangkaran maupun pemeliharaan rusa timor adalah distrik Kurik, distrik okaba dan distrik Tanah Miring.

2.10.    Seleksi

            Tempat penangkaran telah ditentukan, selanjutnya adalah pemilihan hewan betina dan pejantan. Dari sejumlah pejantan dan betina yang ada di wilayah produksi, diambil rusa yang memiliki tampilan fenotipik yang baik.  Bobot induk maupun bobot anak rata-rata yang baik merupakan indicator yang baik dalam pemilihan. 
            Calon pejantan sebaiknya dipilih dari rusa betina yang mempunyai sifat reproduksi yang baik.  Calon induk betina dipilih yang memiliki kemampuan mother ability yang baik dan sifat reproduksi yang baik.
            Dalam tahun berjalan dilihat keturunan pertama dan kedua dari populasi rusa yang ada.  Berdasarkan catatan bobot lahir, ditentukan sekelompok induk muda yang terbaik.  Diharapkan beberapa tahun kedepan dihasilkan pejantan dan betina rusa timorensis kelas A. 


III.   Kesimpulan

1.    Rusa mempunyai daya adaptasi yang tinggi dengan lingkungannya sehingga mudah untuk ditangkarkan.
2.    Rusa mempunyai prospek ekonomi yang bagus, karena dapat menghasilkan daging, kulit dan tanduk serta pasar bagi produk tersebut tersedia.
3.    Rusa termasuk satwa yang produktip karena dapat bereproduksi setiap tahun dan
mempunyai tingkat produksi yang tinggi dengan persentase dan berat karkas yang
lebih tinggi dibanding satwa lain.
4.    Sifat kualitatif rusa timor yang memiliki nilai ekonomi tinggi adalah velvet dan tanduk.
5.   Sifat kuantitatif rusa timor yang berkontribusi pada ukuran tubuh rusa adalah lingkar dada, tinggi pinggul, panjang badan dan tinggi badan.
6.  Pemerintah Kabupaten Merauke memiliki andil yang cukup besar untuk pemenuhan kebutuhan produk daging di daerah salah satunya dengan program penangkaran rusa timor dengan istim ranch.




DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi Papua, 2006.  Papua dalam Angka 2006. Jayapura

Garsetiasih R, Sutrisno E. 1997. Hubungan karakteristik vegetasi dengan aktivitas rusa timor (Cervus timorensis) Taman Wisata Alam Pulau Menipo Nusa Tenggara Timur. Kupang; Ekspose Hasil Penelitian BPK Kupang

Garsetiasih, R. 2000. Bioekologi Rusa Timor dan Peluang Pengembangan Budidayanya. Buletin Kehutanan dan Perkebunan.

Garsetiasih, R dan Mariana. 2007. Model penangkaran rusa. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian. 2007.

Direktorat PPA.  1978.  Pedoman pengelolaan Satwa Jilid I.  Direktorat Perlindungan  dan Pengawetan Alam.  Bogor.


Petocz, R.G., 1987. Konservasi Alam dan Pengembangan Irian Jaya. Graffiti Press. Jakarta

Schroder, T.O.1976.  Deer in Indonesia. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.  Fakultas Kedokteran Hewan

Semiadi. G., 1998.  Budidaya Rusa Tropika sebagai Hewan Ternak.  Masyarakat Zoologo Indonesia. Bogor

Sumanto,  2006.  Perencanaan Penangkaran Rusa Timor (Cervus Timorensis De Blainville) Dengan Sistem  Farming : Studi Kasus Di Penangkaran Rusa Kampus  IPB Darmaga.  Jurnal Pascasarjana IPB Bogor

Takandjandji, M., dan R. Garsetiasih. 2006. Standardisasi Penangkaran Rusa Sebagai Sumber Pangan. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor

Takandjandji, M., dan R. Garsetiasih. 2002. Pengembangan penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) dan permasalahannya di NTT. Prosiding Seminar Nasional Bioekologi dan Konservasi Ungulata. PSIH-IPB; Puslit Biologi; Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor

Thohari,M., B. Masyud, S.S.Manjoer dan C. Sumantri, 1993.  Analisis Perbandingan Polimorfisme Protein Darah dari Beberapa Jenis Rusa Di Indonesia dengan Menggunakan Elektroforesis.  Laporan Hasil Penelitian.  Fakuktas Kehutanan. IPB Bogor.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar